PRESTASI BALADAKA MENGUNGKAP
SEJARAH SURADE
Anis Djatisunda
Suatu upaya terpuji, generasi muda Surade Kabupaten Sukabumi, yang tergabung dalam wadah BALADAKA (Balad Pemuda Kreatif), telah mampu berprakarsa melahirkan sebuah buku Sejarah Daerahnya, daerah Surade. Dalam hal ini, tidak pula bisa dikesampingkan keberadaan seorang tokoh masyarakat Surade, Kamaludin. Dia sebagai salah seorang penggali sejarah daerahnya semenjak tahun 1967 dengan tekun seraya penuh kesabaran, sehingga pada akhirnya toponimi dan perjalanan kelahiran Surade bisa terwujud dalam bentuk buku bacaan. Dia pula sebagai motivator para generasi muda BALADAKA pimpinan Dede Jamaludin, yang pada perwujudan buku bacaan ini, telah terlebih dahulu diproses lewat kegiatan Seminar Sejarah yang cukup alot berbobot, dengan menampilkan nara sumber baik lokal maupun para budayawan Kabupaten bahkan budayawan Jawa Barat.
Bagi tahapan daerah berstatus Kecamatan di wilayah Pemerintahan Kabupaten Sukabumi, Sumber Daya Manusia warga masyarakat Surade telah mampu membuktikan potensi dan kreativitas dirinya, dalam mengimplementasi-kan Peraturan Daerah Kebudayaan Propinsi Jawa Barat No. 5, 6, 7 Tahun 2003*. Yang pada kiprahnya menunjukkan keseriusan dalam meneliti keberhasilan pembangunan dalam sektor budaya dan pariwisata, yang tak ayal berdampak positif pula bagi perkembangan sosial ekonomi masyarakatnya secara holistik. Hal ini bisa dijadikan suatu sampel bagi daerah-daerah setingkat lainnya dalam menafikan eksistensi kehidupan berbudaya tradisi masyarakatnya menopang perkembangan sosial budaya masyarakat bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika.
Eksistensi suatu daerah dengan institusi budaya hidup masyarakat penghuninya, tak akan terjadi tanpa perjalanan proses peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya. Dalam hal ini peristiwa bersejarah pada masa-masa berlalu, akan berupa indikasi eksistensi budaya masyarakat sekarang bahkan menjadi tansmisinya sampai masa mendatang. Sebagaimana J.S. Slotkin dalam bukunya Social Anthropology, 1950, 534 berpendapat "In narrating ways in which people have acted in the past, history suggests suitable ways of acting in the present. It is thus a transmitter of culture".
Pelahiran Buku Sejarah Surade, suatu penanda (indikasi), pembuktian bahwa masa lalu Surade memiliki perjalanan sejarah daerah serta sejarah masyarakatnya yang cukup heroic dan benar-benar otentik. Terdapatnya icon-icon superioritas putra-putri Rd. Mas Jagabaya Bupati Galuh Imbanagara yang meninggalkan kampung halamannya seperti Raden Mas Raksanagara, Raden Mas Martanagara, Raden Mas Surawiangga, Raden Mas Suranangga Wira Santri Dalem dan Nyi Raden Mas Suradewi serta Raden Mas Surabujangga (orang keperacayaannya), para pejuang penentang Kompeni Belanda pada tahun 1750-an yang tega hilang nyawa dari pada mesti takluk kepada penjajah, memberitakan bahwa diantara wong Surade terdapat yang dalam tubuhnya mengalir darah-darah pahlawan yang bangsawan. Namun, kendatipun demikian, sejarah menceritakan, bahwa demi merujuk kepada tujuan persatuan dan kesatuan diantara keturunan mereka dengan pihak-pihak lainnya, jabatan dan gelar kebangsawanan mereka ditanggalkannya seraya melarut dengan kalangan masyarakat biasa secara turun temurun dengan tertib, rukun, aman, penuh keserasian dan kedamaian. suatu indikasi lain yang sampai sekarang masih inherent dengan keyakinan masyarakatnya, yakni prediksi bahwa konon setiap keturunan para mantan bangsawan tadi, setiap zaman akan ada yang menyandang jabatan tinggi baik di instansi maupun di pemerintahan level kecamatan, kabupaten bahkan mungkin tingkat propinsi Jawa Barat ataupun nasional.
Benarkah ?
Hanya kenyataan dan bukti-bukti yang akan mampu menjawabnya.
Berdasarkan kajian ilmu kesejarahan, mungkin buku yang dilahirkan ini masih banyak berbagai kekurangannya, sebab sumber kajian yang dijadikan bahan para penulisnya, walaupun telah diabsahkan lewat kegiatan seminar, mungkin masih banyak data yang sampai kini belum terungkap. Bukan hal yang mustahil, data sejarah apapun senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan. Namun sebelum ada yang lebih lengkap, buku Sejarah Surade ini, diupayakan akan bermanfaat bagi warganya, dalam mengidentifikasi rentang benang merah institusi budaya masa lalu masyarakatnya, merentang ke depan meniti perkembangan zaman yang demikian gencar. Pepatah orang Sunda mengatakan; "ka hareup ngala sajeujeuh ka tukang ngala salengkah" senada dengan tulisan naskah sunda kuno lontar kropak-632 Wangsit Galunggung "hana nguni hana mangke tan hana nguni tan hana mangke, aya ma beuheula aya tu ayeuna, hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna, hana tunggak hana watang tan hana tunggak tan hana watang, aya tunggulna aya tu catangna....."
Ada dahulu ada sekarang, tidak ada dahulu tidak akan ada sekarang; ada masa lalu ada masa kini, bila tidak ada masa lalu tidak akan ada masa kini; ada pokok kayu ada batang, tidak ada pokok kayu tidak akan ada batang; bila ada tunggulnya tentu ada catangnya.
Mudah-mudahan kerja kreatif BALADAKA SURADE berupa motivasi bagi Baladaka-baladaka daerah kecamatan lainnya dalam mengungkap dan melahirkan buku sejarah daerahnya masing-masing, demi pencuatan kembali jati diri bangsa yang berpribadi dan adi luhung.
Hung, rahayu swasti astu nirmala seda malilang, Pun!***
Tepas Siloka, Oktober 2008
*Perda No. 5,6,7 tahun 2003 diganti Perda Jabar No. 14,15,16 Tahun 2014
Hung=wilujeng, Rahayu=selamat, Swasti=ginanjar, Astu=restu/persetujuan atawa satuju, Nirmala=kanikmatan nu taya bandingan, seda= nu teu bisa digantian, Malilang=taya bingbilanganana, Pun=Kitu pisan panghormatan pangajen ti sim kuring anu kalintang luhungna ka sadaya pamirsa!"
Hak Cipta © Baladaka Surade - 0812 1984 3366
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar / saran-sarang yang membangun di sini !