Upacara Nyebor











Upacara Nyebor merupakan upacara adat kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Surade. Dengan melakukan do’a bersama memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Upacara nyebor pertama kali dilakukan oleh Rd. Suranangga. Tepatnya pada tanggal 2 bulan Syuro tahun Wawu (Kalender Jawa). Upacara nyebor dilaksanakan berdasarkan titimangsa pemberian nama suatu kampung dengan menanamkan batu indung lembur (Mungkal Biang). Batu indung lembur adalah batu yang ditanam sebagai tanda berdirinya sebuah kampung biasanya ditanam di tengah-tengah perkampungan.

Batu indung lembur merupakan perlambang berdirinya sebuah kampung. Adapun bentuk dari batu indung lembur seperti Lingga.

Bahan atau alat yang digunakan dalam upacara nyebor berupa air, wajan, rumput palias (7 lembar), rumput jaksi atau pucuk hanjuang beureum (7 lembar) serta 7 (tujuh) macam bunga. Bunga merupakan simbol dari kehidupan, bahwa bunga bisa ligar, segar, tumbuh dan berkembang bahkan bisa layu. Seperti kehidupan manusia yang mengalami pasang surut.

Upacara nyebor biasanya dilaksanakan pada tanggal 1–10 Muharam. Khusus warga masyarakat Surade dalam melaksanakan upacara nyebor setiap tanggal 2 Syuro/2 Muharam. Dilaksanakan di Cigodobros, yaitu hubungannya dengan pendirian kampung yang kini dikenal nama Surade.

Ketika pelaksanaan upacara nyebor, seluruh warga masyarakat dari anak kecil, orang dewasa sampai orang tua berkumpul untuk mengikuti acara tersebut. Setelah warga masyarakat berkumpul, maka ki Punduh (tetua kampung) membacakan tahlil untuk para nabi, para sahabat, tabiin, tabiit tabiin, auliya, suhada, solihin, muslimin muslimat. Selain itu disebutkan pula para leluhur diantaranya; Kiai Sepuh Mulya Jaya, Kia Mulya Jeneng, Bagenda Ali, Syeh Kuncung Siliwangi Kudratullah di Cijampang, Tubagus Amir Banten, Tubagus Ali Kaum Sukabumi, Bagenda Purba Salami Al Sundawi termasuk para leluhur yang berada di wilayah Surade seperti Eyang Wirasantri Dalem Cigangsa, Eyang Karangbolong, Eyang Raksanagara, Embah Emas Pasirpulus, Eyang Surabujangga, Nyi Putri Suradewi, Eyang Martadilaga, Eyang Salenggang, Eyang Puspadinata, dan para sesepuh lainnya selain dari ahli kubur masyarakat yang hadir.

Membacakan do’a bersama dengan tujuan memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan warga dan kampung agar terhindar dari segala marabahaya. Berdo’a untuk warga yang sedang mengalami kesusahan, sedang sakit agar segera disembuhkan dan memohon supaya dimudahkan dalam mencari rizki dan barokah. Semua ini merupakan rangkaian awal upacara.

Selesai do’a bersama, ki Punduh mengambil rumput palias yang sudah diikat sebanyak 7 lembar lalu dicelupkan ke dalam wajan berisi air sambil berdo’a. Beliau mencipratkan air tersebut dengan menggunakan rumput palias kepada seluruh warga yang hadir seraya berkata :
Palias……..., semoga dijauhkan dari segala macam penyakit dan marabaya sehingga masyarakat tentram dan damai”. Setelah itu ki Punduh mencipratkan air dengan menggunakan daun jaksi sambil berdo’a “Semoga dimudahkan rizki yang banyak dan halal serta barokah”. Kemudian ki Punduh menyiram batu indung lembur sebagai siloka dari mencuci kampung supaya perilaku masyarakat yang tidak baik bisa dihilangkan.

Lalu ki Punduh menyiram tanah pertanda agar tanah di wilayah tersebut tetap subur sehingga menghasilkan dari berbagai tanaman bagi masyarakat. Kemudian dilanjutkan dengan makan bersama yang melambangkan dari hasil bumi yang didapat. Masyarakat dapat menikmati secara bersama.

Dilanjutkan dengan membacakan silsilah dengan tujuan semua masyarakat mengetahui asal-usul keturunannya yang kini bermukim di Surade.

Sebagai penutup acara seluruh masyarakat berdialog dengan pemimpin pemerintahan, pemimpin agama dan pemangku adat untuk berdiskusi tentang hal-hal yang berkaitan dengan agama, pendidikan, ilmu kedigjayaan dan sebagainya. Hal ini bertujuan agar terjalin silaturahmi antara para pemimpin dengan masyarakat sekitar tanpa membedakan tingkatan, kepangkatan dan golongan. Semua berbaur sebagai warga masyarakat juga sebagai makhluk Tuhan yang lemah dihadapan-Nya. Kemudian diakhiri dengan bermusyapahah yang mengandung arti saling membebaskan diri dari kesalahan yang diperbuat antar sesama manusia.


ooOoo


Catatan :

  1. Ditinjau dari segi sosial kemasyarakatan, hal ini sangat baik dalam rangka mempererat tali silaturahmi antar sesama
  2. Ditinjau dari segi agama. Bergantung dari sudut pandang masing-masing. Kami hanya mencatat bahwa di Surade pernah ada upacara nyebor sebagai adat masyarakat waktu itu dalam memperingati berdirinya sebuah kampung.
  3. Kalau kita telaah bersama bahwa upacara nyebor hampir sama dengan acara nispu Sya'ban. Hanya yang berbeda di sini adalah alat. Dalam upacara nyebor menggunakan rumput palias dan daun jaksi yang dicipratkan langsung kepada masyarakat yang hadir, sedangkan dalam nispu Sya'ban menggunakan daun sirih yang di teteskan ke ubun-ubun (kepala) dan mata serta diminum.
  4. Ditinjau dari segi acara, kita bisa saksikan bersama bahwa di Surade sekarang ini sering melakukan kegiatan Halal Bil Halal, biasanya dilaksanakan setelah bulan Ramadhan.
  5. Jika kita perhatikan kegiatan menyiram tanah, kita sering melihat para kiai menyiram tanah pada saat menguburkan jenazah.
  6. Yang berbeda dalam acara upacara nyebor adalah menyiram batu indung lembur dan tanah. Kegiatan ini belum pernah kami temukan di masyarakat Surade khususnya.
    Sekarang kita telaah bersama dari sudut pandang masing-masing. Kondisi tanah dan atau perilaku masyarakat sekarang dengan tanah dan atau perilaku masyarakat tempo dulu?
  7. Buku upacara nyebor terakhir di tulis oleh Mama Haji Abdul Halim, tahun 1957 dengan menggunakan hurup arab pegon.
  8. Upacara nyebor di Surade terakhir dilaksanakan pada tahun 1974.
  9. Semoga ke depannya acara Upacara nyebor di Surade dapat dilaksanakan kembali seperti dulu (tradisi sesepuh kita) untuk memperoleh keberkahan, agar masyarakat bisa makmur, sejahtera, tentram dan memperoleh keberkahan hidup. Aamiin.
  10. Bentuk / model batu indung lembur seperti batu Lingga.
    Sebagai gambaran dari batu indung lembur seperti dibawah ini, di mana di setiap pinggirnya ada tambahan 4 buah :
  11. Air sungai diambil dari 7 sungai, yaitu : 1. Sungai Cijampang, 2. Sungai Cidolog, 3. Sungai Cikaso, 4. Sungai Cipamerangan, 5. Sungai Cikarang, 7, Sungai Ciletuh
ooOoo

Di salin dari "Buku Sejarah Surade"
Hak Cipta © Baladaka Surade - 0812 1984 3366


Demikian Catatan Kecil tentang :
Terima kasih atas kunjungannya dan "Selamat Berkreasi Semoga Sukses"

Selanjutnya 
« Prev Post
 Sebelumnya
Next Post »

Catatan Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar / saran-sarang yang membangun di sini !

Upacara Nyebor