Konsep acara ini hanya sekedar gambaran atau sebagai referensi untuk warga masyarakat Surade yang akan memperingati (atau apa saja namanya) Hari Jadi Nama Surade. Namun konsep ini tidak mutlak harus dilaksanakan, ini hanya sekedar referensi saja dan atau bisa ditambah dan dikurangi sesuai harapan masyarakat, namun tidak mengurangi makna yang terkandung dari memperingati Hari Jadi Nama Surade.
Dalam memperingati Hari Jadi Surade, yang perlu difahami terlebih dulu adalah proses terjadinya penamaan nama Surade yang berasal dari kata Sura-Rah-Hadian. Hal itu sangat berhubungan erat dengan Eyang Suranangga (yang dikenal dengan Eyang Wirasantri Dalem Cigangsa). Beliau merupakan tokoh ulama yang sangat dihormati di Surade. Dan kejadian penamaan Nama Surade oleh eyang Wirasantri Dalem Cigangsa tersebut sangat berhubungan erat dengan meninggalnya Eyang Surabujangga yang berani berkorban mengeluarkan darah demi persaudaraan dan meninggalnya Eyang Nyi Putri Suradewi. Pada saat kejadian meninggalnya Eyang Surabujangga di Sindanglaya, disitulah Eyang Suranangga memberi nama tempat tersebut dengan nama Sura-Rah-Hadian dan yang dikenal dengan sebutan Surade.
Untuk mengenang atas meninggal adikku Nyi putri SURADEWI dan mengenang saudara kita SURABUJANGGA yang telah berserah raga, berserah nyawa, jadikanlah pengorbananya sebagai tonggak tumbuhnya perdamaian, jadikanlah tetesan darahnya sebagai ikatan persaudaraan untuk kita sekalian. Maka untuk mengenang bekas tempat Surabujangga meneteskan darah, untuk mengenang bekas tempat Nyi Putri Suradewi dibaringkan, maka hamparan tanah yang kita cintai ini aku beri nama “SURA..RAH..HADIAN!
Sura-Rah-Hadian artinya darah manusia pemberani, yang berani mengeluarkan darah demi persaudaraan.
Jadi pada dasarnya bahwa dalam memperingati hari Jadi Surade sangat sakral karena sama dengan Haol-nya Eyang Surabujangga dan Eyang Suradewi serta sebagai penghormatan kepada Eyang Santri Cigangsa yang telah memberikan nama Sura-Rah-Hadian (Surade). Sehingga apabila kita akan mengadakan peringatan hari Jadi Surade maka kita harus bisa memilah-milah kegiatan yang kira-kira relevan sebagai penghormatan kita terhadap sesepuh kita dulu atau dengan kata lain bahwa kita harus menyesuaikan dengan tata krama atau adab terhadap leluhur kita. Kita tidak bisa sembarangan mengadakan kegiatan (jangan asal rame) tanpa mengindahkan ruh dari latar belakang hari Jadi Surade tersebut, agar kita terhindar dari kata “Katulah” dan kita berharap masyarakat Surade mendapatkan berkah.
Konsep yang mungkin dapat dijadikan referensi untuk kegiatan hari Jadi Surade, diantaranya :
- Kegiatan Inti :
Kegiatan inti dari memperingati hari Jadi Surade adalah : Malam hari H (tanggal 5 Desember)- Upacara Nyebor, dimana kita memanjatkan berdoa (tahlil dan dzikir) bersama untuk mendoakan para sesepuh dulu dan termasuk keluarga kita yang sudah meninggal. (Uraiannya pada Bab 5 Upacara Nyebor).
Dalam tahlil dan dzikir bersama tersebut apabila memungkinkan sebaiknya dengan Ataqah Sugro (membaca : Laa Ilaha Illallah sebanyak 70.000 kali), atau juga Ataqah Kubro (membaca surat al-Ikhlas sebanyak 100.000 kali), yang dipimpin oleh Ki punduh (alangkah baiknya oleh Ki Kuncen Eyang Santri, atau oleh sesepuh Surade yang ada kaitannya dengan silsilah keturunan Eyang Santri atau siapa saja sebagai sesepuh Surade).
Bagi masyarakat bisa membawa air minum (air gelas atau botol), atau juga membawa makanan masing-masing. Ya... kita mengadakan acara Upacara Nyebor ini seperti kita mengadakan acara Nispu Sya’ban. - Kemudian menyiram batu ungkal biang (batu indung lembur), dimana batu indung lembur sebagai tanda berdirinya sebuah kampung.
Batu indung lembur bisa di letakan di area acara karena batu indung lembur hanya sebagai simbolis berdirinya sebuah kampung dan inti dari Upacara Nyebor adalah berdo’a bersama untuk para leluhur dan berdoa agar terhindar dari segala marabahaya dan berdoa untuk mendapatkan keberkahan hidup dilanjutkan dengan acara musafahah. - Apabila memungkinkan bisa dilanjutkan ke pembacaan Sejarah Surade, namun apabila tidak memungkinkan bisa dilaksanakan pada hari H-nya.
- Dan apabila memungkinkan waktu maka bisa dilanjutkan dengan siraman rohani/tabligh akbar namun apabila tidak memungkingkan untuk acara siraman rohani / tabligh akbar dilaksanakan pada malam berikutnya. Dan di usahakan penceramahnya tokoh ulama di Surade.
- Pada hari H (5 Desember), untuk menyambut dan atau secara seremonial penyiraman batu indung lembur oleh para sesepuh (Kepala Desa/Camat/Bupati dan sebagainya sebagai pangagung pemerintah), maka bisa saja menggunakan acara Seni Budaya Siram Batu Indung Lembur (sebagaimana uraian terpisah : Seni Budaya Siram Batu Indung Lembur), namun dengan catatan bahwa acara sakralnya Upacara Nyebor sudah dilaksanakan.
- Apabila point 3 diatas tidak bisa dilaksanakan maka setelah acara Seni Budaya Siram Batu Indung Lembur bisa dilanjutkan ke pembacaan “Sejarah Surade”
- Penampilan “Fragment Teater Sunda; Sura-Rah-Hadian (Surade). Hal ini untuk memperkenalkan kepada masyarakat dan generasi muda tentang sejarah terjadinya Surade.
- Apabila memungkinkan bisa dilanjutkan dengan acara napak tilas (jalan kaki) dari Lapang Lodaya ke Makam Eyang Santri Dalem Cigangsa, dengan pakaian tradisional masing-masing dan kalau memungkinkan membawa dongdang atau lain sebagainya.
Di makam Eyang Santri dilanjutkan dengan berdoa bersama yang dipimpin oleh Ki Punduh (Kuncen) selanjutnya musafahah dan terakhir makan bersama (diluar area pemakaman). - Apabila point 4 tidak bisa dilaksanakan pada malam hari H maka acara Siraman Rohani / Tabligh Akbar bisa dilaksanakan pada malam setelah hari H.
Silahkan disesuaikan saja, namun pada intinya dalam memperingati hari Jadi Surade, bukan kemeriahan apalagi hura-hura yang akan digelar tapi kita memperingatinya dengan rasa hidmat dalam mengenang / menghormati para leluhur kita karena acara memperingati Hari Jadi Surade merupakan acara Sakral sehingga kita mendapatkan berkah dan terhindar dari segala marabahaya
- Upacara Nyebor, dimana kita memanjatkan berdoa (tahlil dan dzikir) bersama untuk mendoakan para sesepuh dulu dan termasuk keluarga kita yang sudah meninggal. (Uraiannya pada Bab 5 Upacara Nyebor).
Dalam tahlil dan dzikir bersama tersebut apabila memungkinkan sebaiknya dengan Ataqah Sugro (membaca : Laa Ilaha Illallah sebanyak 70.000 kali), atau juga Ataqah Kubro (membaca surat al-Ikhlas sebanyak 100.000 kali), yang dipimpin oleh Ki punduh (alangkah baiknya oleh Ki Kuncen Eyang Santri, atau oleh sesepuh Surade yang ada kaitannya dengan silsilah keturunan Eyang Santri atau siapa saja sebagai sesepuh Surade).
- Kegiatan Tambahan :
Apabila memungkinkan baik biaya dan sarana lainnya memadai, kita bisa menambahkan beberapa acara pada hari sebelumnya atau sebelum acara inti dengan menampilkan kesenian-kesenian, permainan-permainan yang pernah dulu ada di Surade juga tradisi-tradisi yang pernah ada atau dilakukan oleh sesepuh dulu. Untuk jadwal acara bisa disesuikan dengan kebutuhan.
ooOoo
Hak Cipta © Baladaka Surade - 0812 1984 3366